Masa Depan Bali Tanggung Jawab Semua (LCF National Writing Competition)

By
Advertisement

 Tema : Alih Fungsi Lahan dan Masa Depan Bali


Land For Sale, Dijual Tanah, Segera Dibangun, dan tulisan-tulisan semacam itu sudah tak asing bagi kita, khususnya masyarakat Bali. Dewasa ini, setiap lahan kosong sudah tak luput dari tulisan yang tujuannya untuk menawarkan lahan mereka pada orang-orang yang berminat untuk membeli tanah. Harga tanah yang selangit untuk setiap arenya membuat pemilik lahan tergiur untuk menjual tanah mereka, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi keuangan mendesak.
Sedikit demi sedikit sesungguhnya lahan di Bali sudah berpindah tangan akibat keberingasan masyarakatnya yang menjual lahan mereka kepada siapa pun. Tak peduli akan dijadikan apa lahan tersebut ke depannya, yang terpenting adalah hasil yang didapat dari penjualan lahan tersebut. Hal seperti inilah yang kini tengah mengancam Bali.
Sangat sulit bagi orang Bali untuk menemukan lahan persawahan di perkotaan, seperti Denpasar maupun Badung. Mengapa hal itu bisa terjadi? Alasannya sederhana, karena setiap sudut kota sudah dijejali oleh berbagai bangunan permanen, hotel, pertokoan, dan bangunan-bangunan sejenisnya. Tidak hanya di perkotaan, keadaan seperti itu beberapa tahun terakhir telah merembes ke pelosok-pelosok desa yang lahannya masih hijau. Lihat saja daerah Tegenungan di Sukawati salah satunya. Empat tahun lalu, di sekitar daerah Tegenungan hanya ada beberapa bangunan perumahan. Jalanan di sekitarnya juga masih rindang dan sejuk. Namun, jika dilihat setahun belakangan ini, pembangunan villa dan jalan sudah tak terkendali. Sayangnya, pembangunan tersebut tidak hanya dilakukan di daerah persawahan. Daerah yang dulunya hutan juga menjadi sasaran dari pembangunan yang tak ada hentinya. Tulisan-tulisan yang menawarkan lahan juga semakin banyak bertebaran di daerah Tegenungan. Sangat miris memang melihat dalam kurun waktu lima tahun, sudah terjadi perubahan yang signifikan untuk daerah pedesaan seperti Tegenungan.
Tidak hanya Tegenungan, daerah-daerah lain di Bali sebagian besar juga mengalami kondisi yang sama. Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi lahan persawahan, kini telah dihiasi dengan berbagai bangunan modern berupa villa, hotel, dan sejenisnya. Anehnya, warga mancanegara mendominasi kepemilikan bangunan dan lahan-lahan seperti yang telah disebutkan. Sementara orang-orang Bali hanya menjadi pelayan atau bahkan hanya menjadi penonton yang tak bisa berkutik. Jika hal ini dibiarkan, bukan hal yang mustahil jika beberapa tahun ke depan orang Bali menjadi tamu atau lebih buruk menjadi pembantu di tanahnya sendiri. Sebagai masyarakat asli Bali dan generasi penerus, sudah tidak sepantasnya kita menutup mata dan telinga mengahadapi alih fungsi lahan yang kian mengganas. Sebab peralihan fungsi lahan tidak hanya memengaruhi aspek lingkungan saja. Tradisi nyubak di Bali bisa hilang karena peralihan fungsi lahan ini. Petani bisa kehilangan pekerjaan karena sudah tak adanya lahan. Serta anak-anak yang menjadi penerus kehidupan di Bali hanya akan dapat mendengar cerita saja di kemudian hari jika hal seperti di atas masih dibiarkan. Dan masih ada kemungkinan-kemungkinan terburuk yang harus dihadapi masyarakat Bali akibat alih fungsi lahan ini.
Melihat keadaan yang sudah mulai kritis ini, kesadaran akan masa depan Bali sudah harus ditanamkan sejak dini. Orang Bali yang sejak dulu sudah di ninabobokan dengan keindahan alamnya, kebudayaannya, keunikannya, dan hal-hal sejenis itu sudah harus bangun dari tidur mereka. Kalaupun ada yang sudah bangun, pada umumnya mereka sudah langsung ingin merubah dunia. Mereka berpikir keras untuk membuat dunia menjadi lebih baik, namun tidak memikirkan tempat tinggal mereka terlebih dahulu. Sikap seperti itu memang bagus, namun akan lebih baik jika dimulai dari sekitar terlebih dahulu, sebab dari hal kecil itu secara perlahan akan merambah ke yang lebih luas.
Pada kasus ini, tidak hanya masyarakat dan pemilik tanah yang menjadi penanggung jawab. Pemberian izin terhadap pembangungan yang terus menerus juga harus diperketat. Semua golongan sudah harus bekerja sama untuk menghadapi masalah ini. Solusi yang diambil juga harus tepat. Dengan demikian, kerjasama masyarakat dan solusi yang diambil secara perlahan harus dapat mengambalikan wajah Bali dan masa depan Bali yang sesungguhnya. Semua memang butuh proses yang panjang dan tidak instan, tapi jika sudah ada usaha yang benar-benar serius, niscaya hasil  yang akan diperoleh tidak akan mengecewakan. Hanya saja sekarang kembali pada masyarakat sendiri. Hanya ingin menjadi penonton hancurnya masa depan Bali? Atau menjadi bagian untuk membuat Bali kembali dan lebih baik seperti dulu?


Biodata Penulis
:
Nama lengkap saya Ni Wayan Anik Wikantari dan kerap disapa Anik oleh teman-teman. Sekarang saya tinggal di Br. Batusepih, Kemenuh, Sukawati. Saya lahir 17 tahun silam, tepatnya 5 Maret 1998. Alsan saya ikut dalam event yg diselenggarakan LCF karena ingin berpartisipasi dalam ulang tahun LCF, tema yang disajikan sangat menarik, ingin mencari pengalaman juga serta lewat tulisan saya ingin melakukan sedikit perubahan. Untuk menghubungi saya, bisa via fb Anik Wikantari, twitter @AniikW email: Anikwikantari@yahoo.com atau ponsel 089696358182.




0 comments:

Post a Comment